Senin, 29 Agustus 2011

Problematika Menghafal Al-Qur'an


Kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Al-Qur'an itu berat dan melellahkan. Ungkapan ini tidak untuk menakut-nakuti. Sudah sepantasanya, siapa yang ingin sesuatu yang tinggi nilainya baik dimata Allah atau dimata manusia, ia harus bekerja keras,tak kenal lelah, sabar dan tabah menghadapi rintangan yang menghadangnya. Mungkin dengan merenungkan perjuangan para hufazh yang berjuang keras meraih kesuksesan, kita akan lebih kuat dan sabar dalam menghadapi problematika hifzul Qur’an itu. Kalau kita simak kembal. Kalau kita lihat orang yang mendaki gunung tertinggi di dunia,tentu dalam pendakiannya selama berbulan-bulan yang namanya rintangan dan problematika yang dihadapi tidak sedikit. Namun, itu semua mereka lakukan dengan tabah dan penuh kesabaran pantang untuk berputus asa.
Nah kalau mereka bisa sabar dan tabah hanya untuk meraih sebuah popularitas, sungguh nerupakan hal yang kurang pantas, jika seorang penghafal Al-Qur’an tidak siap bersabar dan tabah dalam menghadapi problematikanya. Karena itu, tidak ada problem yang menghalangi diri kita untuk beristiqomah dalam menghafal Al-Qur’an daripada problem yang muncul dari dalam diri kita sendiri. Berikut adalah beberapa problematika intern yang sering menjadi penghalang dalam menghafal Al-Qur’an.

Problem Internal
1. Cinta Dunia dan Terlalu Sibuk dengannya
Orang yg terlalu asyik dg kesibukan dunia, biasanya tdk akan siap utk berkorban, baik waktu maupun tenaga, utk mendalami Al-Qur’an. Kenyataannya demikian, mendalami Al-Qur’an tdk akan seluas orang yg mendalami bahasa inggris atau akutansi dlm hal mencari peluang rizqi. Karena itu, Allah SWT mengingatkan manusia agar jangan terlalu mencintai kehidupan dunia. Hidup bersama Al-Qur’an adalah hidup sukses menuju kehidupan akhirat.
“Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia. Dan meninggalkan (kehidupan akhirat).”[Al-Qiyamah:20-21]
Imam Ghozali dalam kita ihlya’nya telah menasehati kita. Beliau berkata,
“Lekatnya dunia dengan hati dapat mencegah merasakan nikmatnya ibadah.”
Namun, perlu dingat bahwa dien Islam bukanlah dien yg nenyuruh kita meninggalkan dunia secara total. Islam mengajarkan kdp kita agar kita menjadikannya sebatas sbg sarana bukan tujuan yg harus kita raih. Apalagi dg mengorbankan akhirat. Karena itu, harus berhati-hati ketika bergaul dg dunia, jangan sampai terpedaya dg keindahannya. Allah SWT sengaja menjadikan dunia tampak indah dari jauh sebagaimana kita melihat gunung. Tujuannya yg paling pokok diciptakan dunia adalah utk menguji kita, siapa di antara kita yg paling baik perbuatannya.
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yg di bumi sbg perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka yg terbaik perbuatannya.”[Al-kahf:7]
Silakan Anda buktikan sendiri. Semakin sibuk dg dunia, semakin penasaran Anda utk meraih lebih banyak lagi. Bahkan tak habis-habisnya hingga Anda menemui maut dg penuh penyesalan. Nabi Isa mengatakan,
“Perumpamaan org yg mencari dunia adalah spt org yg minum air laut. Semakin banyak ia minum, maka semakin haus, sehingga air membunuhnya.”[ihya ulumuddin]
Dan sebaliknya, semakin lama bersama Al-Qur’an, Anda akan semakin merasakan kenikmatan yg sulit digambarkan. Beribu-ribu kali Anda membaca satu ayat, Anda tdk akan pernah merasa bosan. Rasulullah SAW mengajarkan kdp kita doa yg cukup menarik utk kita teladani. Beliau bersabda,
“Ya Allah janganlah engkau jadikan dunia ini perhatian kami yg paling besar dan pengetahuan kami yg paling dominan.”
“Ya Allah jadikanlah dunia ini di tangan kami, dan jangan engkau jadikan dunia di hati kam.”

2. Tidak Dapat Merasakan Kenikmatan Al-Qur’an
Kemukjizatan Al-Qur’an telah terbukti mampu member sejuta kenikmatan kpd para pembacanya yg beriman kpd Allah SWT dan hari akhir. Para pembaca Al-Qur’an senantiasa membaca Al-Qur’an dg frekuensi tinggi. Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab adalah para sahabat yg senantiasa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap sepekan sekali, yaitu pd hari jum’at. Sehingga ada riwayat yg menyebutkan bahwa pd hari Jum’at, shahabi Utsman bin Affan memulai dari surat Al-Baqarah sampai surat Al-Maidah, malam Ahad mulai surat Yusuf sampai surat Maryam, malam Senin mulai surat Thoha sampai surat Al-Qashshash, malam Selasa mulai surat Al-Ankabut sampai surat Shad, malam Rabu mulai surat Az-Zumar sampai Ar-Rahman, dan malam Kamis khatam.
Kebiasaan spt ini tdk mungkin bisa dilakukan oleh org yg belum mampu merasakan nikmatnya bertilawah Al-Qur’an. Besar dan kecilnya kenikmatan membaca Al-Qur’an sangat tergantung dg kualitas keimanan dan ketaqwaan pembacanya kdp Allah SWT. Karena itu, Allah SWT menjelaskan bahwa org yg rajin bertilawah adalah org yg suka qiyamulail, beriman kdp Allah dan hari akhir, menyeruh yg makruf dan melarang kemunkaran serta selalu cepat dalam melakukan amal-amal shalih.
“Mereka itu tdk sama. Di antara ahli kitab itu ada golongan yg berlaku lurus, mereka membaca ayat2 Allah pd beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud(sembahyang). Mereka beriman kdp Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kdp yg ma’ruf, dan mencegah dari yg munkar dan bersegera kpd(mengerjakan) pelbagai kebajiakan; mereka itu termasuk org2 yg saleh.”[Ali-Imran:113-114]
Dan sebaliknya org yg tdk beriman kdp ayat2 Al-Qur’an. Allah SWT menjelaskan sikap mereka terhadap Al-Qur’an yang intinya, jangankan disuruh membaca, mendengarkan saja tdk akan mau, bahkan mereka bersikap kecut dan menjauhkan diri. Allah SWT berfirman
“Dan apabila kamu membaca Al-Qur’an niscaya akan Kami adakan antara kamu da org2 yg tdk beriman kdp kehidupan akhirat, suatu dinding yg tertutup, dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tdk dpt memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al-Qur’an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya.”[Q.S.17:45-46]
“Dan apabila dibacakan dihadapan mereka ayat2 Kami yg terang, niscaya kamu melihat tanda2 keingkaran pd muka org2 yg kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang org2 yg membacakan ayat2 Kami di hadapan mereka. Katakanlah, ‘Apakah akan aku kabarkan Yaitu neraka?’Allah telah mengancamnya kdp org2 yg kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.”[Q.S.22:72]
Untuk itu para ulama sering berdoa,
“Berilah kami karunia kemampuan membaca Al-Qur’an sepanjang siang dan malam sesuai dg cara yg menjadikan engkau ridha kdp kami.”

3. Hati yang Kotor dan Terlalu Banyak Maksiat
Hafalan Al-Qur’an akan dapat mewarnai penghafalnya jika dilandasi oleh hati yg bersih, bersih dari kotoran syirik, takabbur, hasud, dan kotoran maksiat lainnya. Al-Qur’an adalah kitab suci yg diturunkan Allah yg Mahasuci, yg dibawa oleh malaikat yg suci,diberikan kpd Rasulullah yg suci dan diturunkan di tanah yg suci. Utsman bin Affan RA berkata,
“Andai hati itu suci, ia tidak akan pernah puas bersama Al-Qur’an.”
Karena itu, menghafal Al-Qur’an tdk mungkin dilakukan oleh org yg berhati kotor. Bagi mereka sebelum mulai menghafal yg dibayangkan hanyalah kesan berat dan sulit. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa maksiat dan dosa sangat mempengaruhi hati manusia shg tercemar
“Akan disajikan beberapa fitnah itu pada hati, bagaikan tikar yg terurai satu helai demi satu helai, maka hati mana saja akan tercemar olehnya, ternodailah hatinya dg satu noda hitam. Dan hati mana saja yg mampu mengingkarinya, tertitiklah hatinya dg satu titik putih, shg menjadi dua macam hati, yg satu putih spt batu yg licin, yg tdk dpt dipengaruhi oleh fitnah selama langit dan bumi masih ada. Dan hati yg lain hitam legam spt kendi hitam dlm posisi terbalik, tdk kenal yg makruf dan tdk dpt mengingkari yg mungkar.”(H.R.Bukhari)
Dan sabdanya yg lain, Rasulullah SAW menjelaskan,
“Sesungguhnya org mukmin itu jika berbuat dosa, maka terjadilah noda hitam did lm hatinya. Jika ia bertaubat, mencabut perbuatannya dan minta ampun, maka bersihlah hatinya. Jika dosanya bertambah, maka bertambahlah noda-noda hitam shg menyelimuti semua hatinya.”(H.R.Turmudzi)
Itulah yg dimaksud dg firmannya Q.S.Al-Muthififin : 14
“Sekali-kali tdk (demikian), sebenarnya apa yg selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.”
Nah, kalau hati sdh kotor, maka cahaya kebenaran, iman, Al-Qur’an dan hidayah tdk mampu menembus kegelapan hati. Demikian pula kekufuran dan maksiat yg telah mendarah daging, tdk lagi mampu keluar dari sarangnya. Begitulah Rasulullah SAW menjelaskan dampak dosa bagi manusia,
“Sesungguhnya dosa itu jika terus-menerus mengotori hati, ia akan dpt menutupinya, dan apabila sdh menutupinya, maka pd saat datanglah padanya segel dari Allah SWT dan penutup. Maka tdk ada jalan keimanan menembus ke dalamnya. Dan tdk ada jalan bagi kekufuran keluar darinya. Itulah yg difirmankan Allah dlm surat Al-Baqarah ayat 7.”(HR Turmudzi)
Para shalihin zaman dulu sangat tinggi sensitifinya dlm merasakan dampak dosa terhadap dirinya. Hingga Imam Ad-Dhahak mengatakan,
“TIdaklah seorang itu mempelajari Al-Qur’an kemudian ia lupa, kecuali disebabkan oleh dosa yg telah di perbuatnya.”
Beliau menyetir satu ayat Q.S 42:30,
“Dan apa saja musibah yg menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sndri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
Sementara org2 zaman sekarang telah begitu banyak berbuat dosa, namun sdkt pun tdk merasakan dampak dari dosa atas tindakannya itu.
Berkaitan dg ini, suatu riwayat menjelaskan tentang ketaqwaan imam Syafi’i. Beliau dg cpt merasakan dampak dosa atas dirinya hanya karena keterlambatan dlm menerima ilmu dari gurunya, Syaikh Waki’. Ungkapan beliau digubah menjadi syair,
“Aku mengadu kepada guruku Waki’ tentang
Keterlambatan dalam menghafal
Maka beliau member petunjuk kepadaku,
agar aku meninggalkan maksiat.
Dia memberitahu kepadaku bahwa ilmu itu
Bagaikan cahaya
Dan cahaya Allah tdk akan dpt menyinari
Orang yg byk berbuat maksiat.”
Perlu Anda ketahui bahwa dampak maksiat terhadap hafalan Anda tdk harus dlm bentuk sebuah proses yg otomatis; begitu juga berbuat maksiat langsung satu juz hilang dari ingatan. Dampak maksiat itu kadang berproses, sekali bermaksiat, jarak antara Anda dg Al-Qur’an semakin jauh. Ketika ini terus berlangsung dan tdk segera bertaubat, maka hilanglah minat Anda terhadap Al-Qur’an. Akibatnya, Anda tdk lagi tertarik thd Al-Qur’an. Puncaknya bubarlah ayat2 yg telah dg susah payah Anda ukir dlm ingatan Anda. Inilah musibah yg sangat besar, lebih besar dai kehilangan harta yg ratusan ribu nilainya. Inilah mushibatuddin yg Rasulullah SAW meminta perlindungan atasNya,
“Ya Allah jangan Engkau jadikan musibah menimpa dien kami.”
Agar hatinya tetap bersih dan suci(salim), sangat perlu bagi penghafal Al-Qur’an untuk memperbanyak amal2 shalih dan istighfar kdp Allah SWT sebagaimana yg sering dilakukan oleh Rasulullah SAW.
“Ya Allah aku mohon kepadaMu keteguhan dlm menghadapi semua urusan dan bersunggug-sungguh atas kehidupan dlm petunjuk. Aku memohon kedapaMu hati yg salim(suci dan bersih) dan lidah yg jujur.”

4. Tidak Sabar, Malas dan Berputus Asa
Menghafal Al-Qur’an diperlukan kerja keras dan kesabaran yg terus-menerus. Ini sesungguhnya telah menjadi karakteristik Al-Qur’an itu sendiri. Kalau Anda perhatikan dg baik, maka isinya mengajak Anda utk menjd org yg aktiv dalam hiudp didunia ini. Begitupun proses turunnya, sering dihadapi oleh Rasulullah SAW dg cucuran keringat. Bahkan seorang sahabat pernah merasakn beratnya paha Rasulullah SAW ketika pahanya menjadi sandaran bagi paha Rasulullah SAW saat itu beliau sedang menerima wahyu.
Karena itu, wajarlah jika proses menghafal Al-Qur’an memerlukan kesabaran da ketekunan dan tdk berputus asa. Sejauh pengalaman penulis, problematika para penghafal Al-Qur’an antara lain disebabkan hal-hal sbg berikut :
1. Lupa atau tdk berminat lagi thd tujuan dan fadhilah2 menghafal Al-Qur’an.
2. Tidak siap utk bekerja keras. Dikiranya bahwa yg memerlukan kerja keras hanyalah mencari uang, berbisnis, meraih suatu gelar akademik atau kemahiran di bidang tertentu.
3. Lemahnya taqarub kdp Allah, padahal semakin byk seorg m,uslim bertaqarub kdp Allah, semakin tinggi ruhiyahnya. Ini akan member motivasi yg kuat.
4. Terpengaruh oleh kondisi lingkungan keluarga, pendidikan kondisi masyarakat yg blm merasakan secara penuh thd nilai hafalan Al-Qur’an.
Untuk itu, sebelum menghafal Al-Qur’an, Anda harus meyakini benar2 tujuan dan fadhilah menghafal. Apabila jika Anda seorg daiyah, tentu Anda memahami arti pentingnya menghafal Al-Qur’an. Ini amat berpengaruh thd perkembangan dakwah. Bahkan mungkin Anda sampai kepada kesadaran urgennya seorg daiyah memiliki hafalan Al-Qur’an walaupun hanya beberapa juz. Latihan dan kerja keras kembali dituntut utk mencapai tujuan itu. Bagi calon penghafal, kini bukan lagi satuan halaman utk mengetahui kuantitas bacaan, melainkan satuan juz dlm sehari.
Memperbanyak amal shalih sangat sangat perlu diperhatikan. Ini utk membekali diri Anda agar mmampu bersabar, bersemangat dan tdk kenal putus asa dlm menghadapi problematika menghafal Al-Qur’an. Menghafal Al-Qur’an merupakan amal shalih yg sesungguhnya masih terkait dg amal shalih yg lain. Semua amal shalih yg Anda kerjakan sesungguhnya merupakan realisasi Al-Qur’an. Sehingga amal shalih itu merupakan suatu mata rantai yg sambung-menyambung. Ketika satu saja yg terputus, maka akan mempengaruhi yg lain. Artinya suatu amal shalih Anda tinggalkan akan berdampak tdk terlaksananya amal shalih yg lain. Seorg da’I Asy Syaikh Ahmad Al-Qaththan dlm ceramahnya mengatakan bahwa kalau Allah berfirman, “Balasan perbuatan jelek adalah perbuatan jelek yg serupa,” Q.S 42:40 maka mafhum mukholafahnya setiap perbuatan yg baik akan menghasilkan yg baik juga. Ungkapan ini kebenarannya dpt dibuktikan. Ketika semua program keimanan Anda lakukan semua, spt ma’tsurat, puasa Senin Kamis, shalat berjama’ah, dan qiyamulail, maka Anda akan merasakan bahwa melaksakan program keimanan tsb. Secara praktek, hal ini telah dilakukan oleh org2 salaf di zaman dahulu. Mereka memiliki kebiasaan, setiap amal shalig tertinggal. Spt shalat berjamaah dan qiyamualail, mereka menggantinya dg amal shalih yg lain spt bershadaqoh kdp fuqara dan masakin. Dengan demikian, mereka tdk kehilangan fadhilah amal shalih yg di tinggalkan.
Jadi, siapa pun memiliki peluang utk menjadi hafizh Al-Qur’an 30 juz atau sebagainya selama ia bersabar, bersemangat dan tdk berputus asa, cepat atau lambat.

5. Semangat dan Keinginan yang Lemah
Termasuk problem internal bagi penghafal adalah factor lemahnya semangat dan keinginan. Semangat dan keinginan yg kuat adalah modal utama utk melakukan apa saja, apalagi yg bernilai tinggi baik di mata Allah maupun di mata manusia. Seringan apa pun pekerajaan, jika tdk dilandasi oleh semangat dan keinginan yg kuat, tdk akan terlaksana dg baik. Inilah kendala yg pertama yg dimiliki oleh org2 munafik, shg menyebabkan mereka ketinggalan ikut serta dalam berjihad bersama Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman (Q.S 9:46),
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan utk keberangkatan itu, tetapi Allah tdk menyukai keberangkatan mereka, ,maka Allah melemahkan keinginan mereka dan dikatakan kdp mereka, ‘Tinggalah kamu bersama org2 yg tinggal itu’.”
Tentunya Allah SWT Maha Mengetahui semangat dan keinginan kita utk berinteraksi lebih banyak dg hifzul Qur’an. Seorg yg memiliki rencana utk melakukan aktivitas penting dan bernilai tinggi, ia akan berusaha kerja dg berbagai cara utk mencapainya. Kalau ia seorg muslim, ia akan selalu bermunajat kdp Rabbnya dg menampakkan segala kelemahan di hadapan-Nya. Itu dilakukan pd siang dan malam, bahkan ia akan qiyamulail, yaitu salah satu waktu dikabulkan smua doa yg dipanjatkan manusia. Begitulah org yg sedang menghafal kalam yg paling mulia di atas bumi ini, sdh seharusnya lebih banyak lagi berdoa kdp Allah SWT. Dengan dibantu doa, cita-cita mulia itu akan semakin mudah diraih. Suatu fenomena yg kurang sehat, jika seorg penghafal dalam menghadapi kesulitan2 menghafal, lebih banyak mengeluh kdp manusia daripada kdp Allah. Dan lebih tdk sehat lagi, ia belum pernah meminta tolong kdp Allah, namun sdh berputus asa. Kemudian ia meninggalkan semua aktifitas yg terkait dg mengahafal Al-Qur’an.
Dengan banyak berdoa, Allah SWT mengetahui niat kita yg sesungguhnya dalam menghafal Al-Qur’an. Untuk itu, perbanyaklah berdoa kdp Allah SWT. Diantara doa yg ma’tsur adalah dari Ali RA.
“Ya Allah tetapkan kepadaku hafal kitabMu.”
Dan yg sering dibaca oleh imam shalat tarawih adalah sbg berikut,
“Ya Allah, jadikan kami, anak2 kami, dan keluarga kami sbg penghafal Al-Qur’an, jdaikan kami org2 yg mampu mengambil manfaat dari Al-Qur’an dan kelezatan mendengarkan ucapan-Nya, tunduk kdp perintah2 dan larangan2 yg ada didalamnya. Dan jadikan kami org2 yg beruntung ketika selasai khatam Al-Qur’an.”







by ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf,Al-Hafidz,Lc.

1 Komentar:

Pada 27 April 2016 pukul 18.27 , Blogger Unknown mengatakan...

izin share ustadz...

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda